Sabtu, 31 Oktober 2015

Tunggu di Tugu

Entah siapa yang ditunggu
Aku senang duduk di stasiun itu
Banyak orang berlalu
Memang selalu ramai si Tugu
Dari fajar bangkit Stasiun Tugu sibuk melulu
Orang orang mungkin akan tau
Ada yang sedang menunggu
Datang dan beranjak dari bangku
Itu aku

Terkadang Hanya Ingin Saja

Terkadang aku ingin lari dari kenyataan
Hanya saja tak semudah yang dibayangkan
Terkadang aku ingin merenung seharian
Hanya saja banyak pekerjaan yang harus diselesaikan
Terkadang aku ingin mengingat kenangan
Hanya saja memori tidak berkenan
Terkadang aku ingin
Hanya saja tidak mungkin

Kenyataan yang Singkat

Jika dewa dewi cinta memang baik
Mengapa ia tembakkan anak panah ketika kita jatuh cinta?
Mengapa kita mengenal istilah jatuh pada cinta?
Bukankah berarti cinta itu perih?
Aku rasa itu kebenarannya

Obat dari Ibu

Ibu datang membawa obat
Bagaikan malaikat penyembuh
Nyeri kepala tak kunjung usai
Melihat kertas kertas berserakan

Dulu kertas kertas itu hanya bergambar benda
Lalu bertuliskan angka
Ditambah simbol simbol manusiawi
Dan sekarang bertuliskan huruf
Seluruh abjad muncul
Bahkan ada huruf silang dan tanda silang
Semacam ketidakwajaran

Pahit melalui masa sulit
Menanggung beban yang tidak berwujud
Semoga pahit ini lekas lenyap
Seperti obat pemberian Ibu yang baru ditelan

Jangan Menatap Kemari

Ketika aku memandangmu
Jangan menatap balik ke arahku
Bukan karena aku tidak mau
Tapi sebab aku menjadi malu
Ketika kau tau
Aku baru saja memperhatikanmu

Rabu, 28 Oktober 2015

Hidup Itu

Hidup itu sederhana
Kita tidak dilarang bermimpi
Tapi kita dilarang lupa
Tidak semua mimpi jadi nyata
Hidup adalah perihal lapang dada
Tidak perlu meminta maaf pada diri sendiri
Toh mimpi juga tak berdosa
Dan kenyataan juga tak bersalah

Minggu, 25 Oktober 2015

Peringatan Untukmu, Saudaraku

Bertahun tahun mencari ilmu
Buka tutup lembaran buku
Berharap tak ada waktu
Karena pasti tak akan cukup

Perlahan lahan hati membeku
Berubah menjadi batu
Semalam suntuk mencari tau
Sebuah pintu kalbu sudah tertutup

Sepenggal syair yang kau baca
Hanya ingatan kata kata
Ketika kau hanya mencari dunia
Lalu meninggalkan sajadah dan tiang agama

Kepada Bapak Presiden

Kepada Bapak Presiden
Yang terhormat
Ini bukan surat resmi
Ini hanya curahan hati

Izinkan saya sang hamba negeri
Menyampaikan keluhan hati
Tidak bermaksud menyakiti
Semoga bapak memahami

Bapak memiliki dua mata
Sepasang telinga
Sama seperti saudara saudara
Yang berjuang melawan asap hutan

Bapak memiliki keberanian
Bapak adalah seorang kepala
Tapi semoga bapak tidak ketakutan terhadap tikus
Yang berlari dan mencicit sambil membawa uang

Saya maklum jika bapak takut akan si tikus
Aneh bukan
Kini tikus tidak makan keju lagi
Mereka tikus tidak bernurani

Memang hewan tidak punya nurani
Tapi bapak adalah manusia
Manusia punya akal punya pikiran
Jangan sampai keliru itu hewan tikus atau bukan

Sabtu, 03 Oktober 2015

Sebuah Istilah yang Tidak Kita Ketahui

Tetes air jatuh
Ia bagaikan hujan
Membasahi apapun yang ia pijak
Lalu meninggalkan bekas

Tetes air kembali jatuh
Ia tak pernah pandang bulu
Sekalipun yang keras ia hantam
Lalu si keras melunak

Tetes air berjatuhan
Ia tidak seiring senyuman
Menguras jiwa
Hingga raga melemah

Tak seorangpun tau apa
Apa nama tetes air yang jatuh
Siapa yang dia terjang
Mengapa ia tega
Hingga ku alami sendiri
Saat aku terbalut luka
Larut dalam lara
Menyisir perih
Sampai kudengar seisi alam
Menyanyi lagu sendu
Untuk diriku
Kemudian aku turut berduka kepada diri sendiri
Dan tetes air kembali berjatuhan

Waktu Kelas Sepuluh

Disaat seperti ini
Rindu kelas sepuluh
Waktu masih lugu
Banyak belum tau

Kini semua terburu buru
Tugas bagai memburu
Ulangan melulu
Waktu cepat berlalu

Semua orang menderu
Ternyata masih ragu
Kebingungan macam apa itu
Tak tau universitas mana yang dituju

Ku rindu masa lalu

Kemarau

Seperti kemarau untuk pohon jati
Kau memaksaku untuk kehilangan segalanya
Meranggaskan daun daun kehidupan
Membuat batang kayu dahaga

Tapi aku tabah untuk suatu masa
Karena Tuhan menyelipkan pesan dibalik waktu kemarau
Lalu aku tumbuh dari sari sari bumi
Tak lagi berdiri di atas duri duri kekeringan

Pergi

Waktu malam sangat gelap
Langit berwarna hitam
Daun daun kehitaman
Bayangan dirimu berlalu lalang

Di kasur aku mendongak
Melihat lampu lampu di jalanan
Dari jendela angin masuk membelai
Mengantar pesan akan kenangan

Waktu malam terang bulan
Aku berjalan berdampingan
Diantara kedai kedai kopi
Ada satu senyumanmu disana

Lalu kedai kedai menutup tirai mereka
Kuharap itu bukan perpisahan
Tapi trotoar menjadi saksi
Kini kau telah pergi